Aku selalu menantikan hujan pada bulan November, kala hujan turun aku berlari dengan telanjang dada, dari ujung kampung ke sisi ujung lainnya. Aku selalu menengadahkan wajah ke langit, membiarkan hujan menerpa wajah ini. Wajah yang selalu bertanya akan mengapa hujan yang selalu turun di bulan november yang sebelum pertanyaanku dibungkam dengan jawaban sebegitu adanya, wajah yang tak pernah mengenal bahasa takut sebelum hujan dibicarakan dengan nada menakutkan menyerang bagai virus yang mematikan. Saat dewasa aku tak lagi bertelanjang dada, tak lagi tertarik pada sudut kampung dengan perayaan hujan. Saat hujan aku menikmati sudut kamarku, sembari merayakan kerinduan pada kekasih, kekasih yang dua hari telah kutemui, menulis pesan singkat rindu, menggambarkan kerinduan pada jumlah rintik hujan, tersipu, pipi merona, pada kekasih yang membalas pesan singkat menyambut rinduku. Kedewasaan menyapu ingatanku pada masa kanak-kanak, pada masa caraku merayakan hujan dan memahami kebahagiaan
Komentar
Posting Komentar