Langsung ke konten utama

Review film bohemian

Hingga jam begini masih terjrbak di rumah kopi, akhirnya bisa selesai review film Bohemian Rhapsody. (Amatir)

Cekz sound!!!

Saya sudah mentradisikan setiap hari minggu untuk menonton film yang sementara diputar di bioskop. Film Bohemian Rhapsody mendapatkan gilirannya diminggu ini, Film biopik yang mendramatisasikan Freddie Mercury Vokalis Band Queen, ingat Queen ingat Freddie.

Penggambaran Freddie Mercury dalam film Bohemian Rhapsody yang sebelumnya digarap oleh Bryan Singer yang dipecat dan akhirnya digantikan oleh Dexter Fletcher. Sebelum menonton film ini, saya membaca review beberapa media yang menulis bahwa film yang menggambarkan sosok Freddy Mercury jauh dari kenyataannya. Karier awal bermusik, konflik teman-teman satu band, hingga konflik keluarga dianggap tidak utuh. Film tersebut dianggap hanya kesuksesan Rami Malek (pemeran Freddy) berakting, bahkan gigi tongkosnya Rami tak mirip, dan dianggap murahan.

Sebelum menonton saya membaca reviewnya terlebih dahulu dari beberapa media.
Setelah menonton saya mampir di rumah kopi hendak ngopi, saat kopi habis saya memastikan diri untuk pulang dan mencoba mereview kembali jika tiba nanti dirumah. Nasib menanti didepan hujan keburu jatuh, saya terjebak di rumah kopi akhirnya untuk kedua kalinya kopi  dipesan, tanpa menggerutu pada hujan, perlahan lahan saya mencoba mengingat kembali film yang tersebut, dan kopi datang saya mulai menulis kata demi kata.

Sebuah film biopik yang merupakan tafsir ulang terhadap tokoh yang diangkat memungkinkan selalu tak utuh dalam citra yang memerankan. Kesulitannya adalah itu bukan tokoh yang diadakan (non fiktif), tokoh tersebut pernah hidup dan mempunyai detail yang sangat jelas dari fisik, sejarah hidup. Yang tersisa kemungkinan akan adanya penafsiran adalah batin beserta konflik didalamnya. Hingga akhirnya Imajinasi sang aktorlah yang membuat tokoh tersebut seperti terlahir kembali.

Jika sebuah tokoh nyata secara detail dipelajari untuk dilakoni saya berfikir akan semakin susah untuk dilakoni, karena detail menghambat tubuh untuk melakukan eksperimental. Maka diperlukan Imajinasi sang aktor untuk memainkannya secara apik dan berkesan, dan kesan itu kita tangkap kembali dan kita tafsirkan ulang.

Pengamatan saya sebagai penonton yang minim akan pengetahuan tentang Freddie pun akan mengalami kekurangan persepsi.

Freddie berdiri diatas keunikan, dan hanya satu-satunya. saya menafsir atas tafsir Rami Malek, Rami mengais dari sisa debu setelah Freddie dikremasi dan kemudian menafsir ulang tokoh tersebut.

Dalam minimya pemahaman tentang Freddie, apalagi bukan seorang Queenies, selain beberapa lagu populer yang saya tahu, saya hanya lebih menyukai lagunya yang Somebody to love.
Setelah ini saya hanya bisa bercerita tentang Freddie lewat peran dari Rami Malek yang menafsir tentang Freddie.

Freddie sosok yang optimis, nyentrik, unik, penuh semangat, bermimpi menjadi bintang Rockstar yang tampil didepan jutaan penonton dan banyak pemujanya.

Suara yang khas, kepiawaian dalam menciptakan lagu, kemahiran memainkan Piano, Komunikatif dengan penonton, ditambah kharisma Freddie melengkapi manusia satu-satunya yang mungkin diantara sejuta manusia. Dan itu membawa dirinya pada puncak kesuksesan seorang bintang Rockstar.

Freddie adalah seorang Imigran bersama keluarganya yang dari Parsi dan penganut Zoroaster yang Konservatif, dia seorang Homoseksual, plus gigi tongkosnya. Sisi lain dari Freddie ini merupakan kesulitan-kesulitan batin yang dirasakan, dia mendapatkan julukan si anak Paki yang terdengar menyinyir dirinya sebagai imigran.

Di Inggris Tindakan homoseksual antara laki-laki dewasa di atas usia 21 telah dilegalkan pada tahun 1967. Namun, kehidupan seksualitas Freddie tetap masih menjadi sorotan, dan dia jenuh menghadapi pertanyaan semacam itu.

Terekam dalam scene film saat jumpa pers tentang album terbaru Queen, wartawan malah menyudutkan dengan mempertanyakan kehidupan sesksualitasnya, dia mengalami pengalaman La Nausse, seseorang yang dalam hidupnya secara tiba-tiba melihat sekelilingnya terasa begitu membosankan, mengalami kesadaran bahwa dirinya sendiri dan seluruh kenyataan yang ada sebagai sesuatu yang membebani, manusia akan merasa tertindas.dan menimbulkan rasa mual.

Pengalaman La Nausse, menembus batasnya, dia mampu melampaui pengalaman itu, dalam perenungannya dia keluar sebagai sosok yang berani terhadap pilihannya, menidak dan melampauinya. hal itu ditempuh dengan keberanian siap mengambil resiko, resiko terhadap karier bermusiknya serta kehidupannya.

Keberaniannya untuk buka bukaan terhadap masalah seksualitasnya kepada teman satu band serta keluarganya membutuhkan kecukupan keberanian. Bahhkan ketika diperhadapkan dengan kekasihnya sendiri Mary Austin, kekasih yang menginsipirasi terciptanya lagu yang fenomenal Love Of My Live.

Dalam upaya Freddie menceritakan seksualitasnya kepada Mary ada harapannya untuk Mary tetap tinggal bersama dirinya. saya membayangkan Mary adalah keniscayaan cinta yang tidak bisa tidak, walau badannya milik laki-laki. Sebuah cinta yang produktif bagi dirinya dan kesepian disisi buruknya.

Hingga kehadiran Jim Hutton teman penghilang sepinya, teman ranjang berbagi seksualitasnya.

Film ini membuat saya lebih tertarik dengan kehidupan keluarga Freddie. Walau dalam film, sarat konflik keluarganya tidak terlalu banyak ditampilkan saya bisa asumsikan konflik dalam keluarganya banyak terjadi, secara tersirat ayahnya menginginkannya menjadi seorang petinju yang sangat bertolak belakang dengan keinginannya yang ingin menjadi penyanyi. Bisa dibayangkan jika dia membeberkan masalah seksualitasnya kepada keluarga. Hingga AIDS penyakit mematikan menyerang dirinya tak membuat dia mati lebih awal.

Freddie tetap berdiri kokoh dalam pijakan sebagai manusia yang bebas atas kehendaknya sendiri dan dapat menguasainya secara bebas.

Kopi telah habis, hujan telah reda sedikit, saya beranjak. Saya titip kenangan disini saja. Jika ingat saya ambil lagi, saya simpan nomor penyimpanannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

November kenangan

Aku selalu menantikan hujan pada bulan November, kala hujan turun aku berlari dengan telanjang dada, dari ujung kampung ke sisi ujung lainnya. Aku selalu menengadahkan wajah ke langit, membiarkan hujan menerpa wajah ini. Wajah yang selalu bertanya akan mengapa hujan yang selalu turun di bulan november yang sebelum pertanyaanku dibungkam dengan jawaban sebegitu adanya, wajah yang tak pernah mengenal bahasa takut sebelum hujan dibicarakan dengan nada menakutkan menyerang bagai virus yang mematikan. Saat dewasa aku tak lagi bertelanjang dada, tak lagi tertarik pada sudut kampung dengan perayaan hujan. Saat hujan aku menikmati sudut kamarku, sembari merayakan kerinduan pada kekasih, kekasih yang dua hari telah kutemui, menulis pesan singkat rindu, menggambarkan kerinduan pada jumlah rintik hujan, tersipu, pipi merona, pada kekasih yang membalas pesan singkat menyambut rinduku. Kedewasaan menyapu ingatanku pada masa kanak-kanak, pada masa caraku merayakan hujan dan memahami kebahagiaan

Ekspedisi Soputan

Ekspedisi Soputan Foto : Otw Soputan Foto : Pinus 1  2 Foto : camp Pinus 2 foto : Pinus 2 Foto : Pemandangan Soputan Foto : Pinus 2 Foto : Otw Puncak Soputan Foto : Soputan foto : tim ekspedisi Soputan Generasi 07 BTPNM foto : Soputan Foto : Otw Puncak Foto : Camp